Syaratsyarat Rawi a. Adil. Adil dalam konteks studi hadis berbeda dengan adil dalam konteks persaksian atau hukum. Menurut muhaddisin yang dimaksud dengan adil adalah istiqamatuddin dan al-muru'ah. Istiqmatuddin adalah melaksanakan kewajiban-kewajiban dan menjauhi perbuatan-perbuatan haram yang mengakibatkan pelakunya fasik.
Rowimenurut bahasa, adalah orang yang meriwayatkan hadits dan semacamnya. Sedangkan menurut istilah yaitu orang yang menukil, memindahkan atau menuliskan hadits dengan sanadnya baik itu laki-laki maupun perempuan. Syarat-Syarat Rawi sebagai berikut : Islam, karena itu, hadis dari orang kafir tidak diterima. Baligh, hadis dari anak kecil di tolak
Contohlain hadits yang tidak memenuhi kriteria perawinya semua adil dan dhobith adalah hadits berikut ini, yaitu hadits yang mengandung perawi yang lemah (tidak dhobith) dan majhul (tidak dikenal). Hadits Ali tentang bersedekap di bawah pusar saat sholat dalam Sunan Abi Dawud:
Bukuyang termasuk kategori ini adalah karya al-Dzahabiy yang berjudul Tarikh al-Islam. 3. Menyusun periwayat secara alfabetis. Metode ini sangat membantu para penulis yang membahas para periwayat hadis. Yang menggunakan metode ini antara lain Ibn Hajr al-'Atsqalani (w. 852 H) dalam bukunya Tahdzib al-Tahdzib. 4. Menyusun periwayat
Syaratsyarat yang harus terpenuhi seseorang ketika menyampaikan riwayat hadits sehingga periwatannya dinyatakan sah ialah orang itu harus : 1. Beragama Islam. 2. Baligh. 3. Berakal. 4. Tidak fasiq. 5. Tidak terdapat tingkah laku yang mengurangi atau menghilangkan kehormatan (muru'ah). 6. Mampu menyampaikan hadits yang telah dihafalnya. 7.
Berdasarkanistilah tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa hadis shahih itu harus memiliki lima syarat yang penjabarannya adalah sebagaimana berikut. Pertama , bersambung sanadnya (ittishalus sanad). Artinya, tiap-tiap rawi (periwayat hadis) dari rawi lainnya benar-benar mengambil (hadis) secara langsung dari orang di atasnya dari sejak awal sanad sampai akhir sanad.
ShahihLi Dzatihi adalah sebuah hadis yang mencakup semua syarat hadis sahih dan tingkat rawi berada pada tingkatan pertama. Membaca Peringkat Hadis Ma Had Aly Hasyim Asy Ari . 1 Sohari Sahroni Ulumul Hadits Bogor. Syarat Syarat Perawi Hadits Tingkatan 1. Yaitu hadits yang mutawatir dari sisi. Yaitu Hadits yang memenuhi 5 syarat berikut ini.
j7Ji78. Ilustrasi Hadiah. Foto ShutterstockMauhub adalah istilah yang ditujukan untuk barang yang dihibahkan kepada orang lain. Barang tersebut termasuk dalam rukun hibah yang harus menetapkan sejumlah syarat mauhub. Dikutip dari buku Modul Fikih Muamalah karya Rosidin 2020, mauhub harus berupa harta yang bermanfaat, milik sendiri, dan tidak tercampur dengan harta yang tidak sah bila sesuatu yang dihadiahkan adalah barang yang bukan milik pihak pemberi. Transaksi ini menjadi haram dan pelakunya akan mendapatkan mengenai mauhub telah dijabarkan secara rinci dalam kajian fiqih. Agar lebih paham, simak pembahasan lengkapnya dalam artikel berikut Mauhub dan KetentuannyaIlustrasi hadiah. Foto ThinkstockMauhub atau barang yang dihibahkan harus memenuhi beberapa syarat yang ditetapkan para ulama. Hal ini dilakukan untuk memastikan sah atau tidaknya transaksi hibah yang dari Buku Ajar Fikih Kelas X susunan Shofi Evianti 2021, berikut ini beberapa ketentuan yang harus dipenuhi pemberi hibah wahib sebelum menghadiahkan barang miliknya kepada orang lain1. Milik sendiriBarang yang dihadiahkan harus milik sendiri. Pihak pemberi hadiah wahib harus memilikinya secara sempurna. Jika syarat ini tidak dipenuhi, maka transaksinya menjadi tidak Ada wujudnyaBarang yang hendak dihadiahkan harus sudah ada ketika transaksi dilaksanakan. Tidak sah jika menghadiahkan sesuatu yang belum Barang halalBarang yang dihadiahkan harus berupa sesuatu yang boleh dimiliki agama halal. Tidak dibenarkan untuk menghadiahkan barang-barang haram seperti minuman keras dan obat-obatan Terpisah dari pemberi hadiahJika ingin menghadiahkan barang, hendaknya pisahkan dulu dari harta pemberi hadiah. Ini dapat memperjelas statusnya sebagai barang hibahan ketika transaksi Tidak boleh ditarik kembaliBarang yang sudah dihibahkan tidak boleh ditarik kembali. Ini berlaku untuk semua jenis barang, kecuali pemberian orangtua kepada hadits riwayat Thawu, Nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya “Seorang pemberi hibah tidak halal menarik kembali apa yang telah dihibahkan, kecuali pemberian orangtua kepada anaknya.” HR. Al-BaihaqiUlama sepakat mengatakan bahwa orangtua disunahkan menyamakan pemberian hibah kepada anak-anaknya. Makruh hukumnya jika melebihkan pemberian kepada salah seorang anak persamaan yang dimaksud adalah menyamakan pemberian antara laki-laki dan wanita. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadits shahih Bukhari bahwa Rasulullah SAW bersabda yang artinya “Bertakwalah kepada Allah dan beradillah kepada anak-anak kalian.”Macam-Macam HibahIlustrasi hadiah. Foto Shutter StockHibah dibagi menjadi dua jenis, yakni hibah barang dan hibah manfaat. Dikutip dari buku Pintar Belajar Fikih dengan TTS susunan Hj. Rita Asnimar 2020, berikut penjelasannya1. Hibah barangHibah barang dilakukan dengan memberikan harta atau barang kepada pihak lain. Pemberian dilakukan tanpa ada tendensi harapan apapun. Misalnya menghibahkan rumah, sepeda motor, baju, dan lain Hibah manfaatHibah manfaat yaitu memberikan harta kepada pihak lain untuk dimanfaatkan kembali. Dalam hal ini, materi harta atau barang masih menjadi milik si pemberi hadiah wahib.Apa yang dimaksud dengan hibah?Apa saja syarat hibah?Apa yang dimaksud dengan sighat?
- Hadits tentang qurban bisa ditemukan dalam riwayat sejumlah ahli perawi hadis. Hadits-hadits tentang qurban itu dimuat dalam karya-karya Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Ahmad, Ibnu Majah, Imam At-Tirmidzi, Imam Abu Dawud, dan lain sebagainya. Sejumlah hadits tentang qurban tersebut memuat dalil perintah berkurban di Idul Adha, syarat-syarat hewan kurban, hingga hikmah berkurban. Tidak lama lagi, waktu berkurban akan tiba yakni pada saat Idul Adha 10 Dzulhijah dan hari tasyrik 11-13 Dzulhijah tahun 1444 Hijriah, atau pada akhir Juni 2023. PP Muhammadiyah yang memakai metode hisab hakiki wujudul hilal telah mengumumkan bahwa Hari Raya Idul Adha 2023 1444 H akan jatuh pada tanggal 28 Juni 2023. Sementara itu, Kementerian Agama RI akan menggelar Sidang Isbat Idul Adha 2023 atau sidang penetapan hari raya kurban, pada Minggu, 18 Juni 2023 mendatang. Sidang Isbat Idul Adha 2023 itu akan didahului oleh rukyatul hilal untuk menentukan awal bulan Dzulhijah 1444 H. Hukum Berkurban dan Hikmah Qurban Hukum berkurban adalah sunah muakadah atau sangat dianjurkan dalam Islam. Bahkan, Nabi Muhammad SAW selalu melaksanakan qurban sejak ibadah ini disyariatkan hingga beliau wafat. Adapun hikmah berkurban adalah sebagai manifestasi ketakwaan seorang hamba, serta sarana untuk ber-taqarrub atau mendekatkan diri kepada Allah SWT. Allah SWT berfirman dalam Al-Quran, Surah Al-Kautsar ayat 1 – 3, yang terjemahannya sebagai berikut“Sesungguhnya Kami telah memberimu [Nabi Muhammad] nikmat yang banyak. Maka, laksanakanlah salat karena Tuhanmu dan berkurbanlah! Sesungguhnya orang yang membencimu, dialah yang terputus [dari rahmat Allah],” QS. Al-Kautsar [108] 1-3.Perintah berkurban pada Idul Adha berhubungan dengan peristiwa ketika Nabi Ibrahim AS menerima perintah dari Allah SWT untuk menyembelih putranya, Ismail Nabi Ibrahim, perintah yang datang melalui beberapa kali mimpi itu sesungguhnya amat berat. Nabi Ibrahim lantas membicarakan perintah itu kepada Ismail. Sang anak lantas tanpa ragu merelakan Nabi Ibrahim melaksanakan perintah Allah SWT keikhlasan dan kepatuhan pada Allah SWT, keduanya lantas berketetapan untuk menjalankan perintah nan berat tadi. Namun, tanpa disangka oleh keduanya, keajaiban terjadi. Ismail sama sekali tidak terluka. Allah SWT ternyata tidak menghendaki penyembelihan Ismail terjadi, dan perintah yang semula datang hanya untuk menguji kesabaran dua hamba kekasihNYA itu. Sebaliknya, Allah SWT menganugerahkan ganti berupa kambing hewan sembelihan untuk dijadikan kurban Nabi Ibrahim. Peristiwa di atas dikisahkan dalam Al-Quran, Surah As-Saffat ayat 102-107 dengan arti terjemahan sebagai berikut“Ketika anak itu sampai pada [umur] ia sanggup bekerja bersamanya, ia [Ibrahim] berkata, 'Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Pikirkanlah apa pendapatmu?' Dia [Ismail] menjawab, 'Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan [Allah] kepadamu! Insyaallah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang sabar.'Ketika keduanya telah berserah diri dan dia [Ibrahim] meletakkan pelipis anaknya di atas gundukan [untuk melaksanakan perintah Allah], Kami memanggil dia, 'Wahai Ibrahim, sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu.' Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat kebaikan. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Kami menebusnya dengan seekor [hewan] sembelihan yang besar,” QS. As-Saffat [37] 102-107.Hadits-Hadits tentang Qurban Ada banyak hadis tentang qurban, baik yang menganjurkan berkurban maupun memberi keterangan mengenai syarat pelaksanaan hingga tujuan ibadah kurban. Berikut ini sejumlah hadits tentang qurban dalam terjemahan bahasa Indonesia1. Dalam riwayat dari Jabir Ra. dikatakan sebagai berikut, “Nabi memerintahkan kepada kami berkurban seekor unta atau sapi untuk setiap 7 orang dari kami,” HR. Bukhari dan Muslim.2. “Barang siapa yang memiliki kelapangan [harta], sedangkan ia tidak berkurban, janganlah dekat-dekat tempat salat kami," HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan Hakim.3. “Ada 4 macam hewan yang tidak sah dijadikan hewan kurban, “[1] yang [matanya] jelas-jelas buta [picek], [2] yang [fisiknya] jelas-jelas dalam keadaan sakit, [3] yang [kakinya] jelas-jelas pincang, dan [4] yang [badannya] kurus lagi tak berlemak,” HR. Tirmidzi dan Abu Daud.4. “Barang siapa yang menjual kulit hewan qurbannya maka kurbannya tidak diterima,” HR. Hakim dan Baihaqi. Hadis ini dishahihkan Albani.5. Dalam riwayat Zaid bin Arqam, para sahabat bertanya kepada Nabi SAW "Wahai Rasulullah SAW, apakah kurban itu? Rasulullah SAW menjawab 'Kurban adalah sunnahnya bapak kalian, Nabi Ibrahim',” HR. Ahmad dan Ibnu Majah.6. Nabi Muhammad SAW bersabda “Tidak ada suatu amalan yang dikerjakan anak Adam manusia pada hari raya Idul Adha yang lebih dicintai oleh Allah dari menyembelih hewan. Karena hewan itu akan datang pada hari kiamat dengan tanduk-tanduknya, bulu-bulunya, dan kuku-kuku kakinya. Darah hewan itu akan sampai di sisi Allah sebelum menetes ke tanah. Karenanya, lapangkanlah jiwamu untuk melakukannya,” HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah.7. Diriwayatkan dari jalur Anas bin Malik, bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda, “Siapa yang menyembelih [hewan kurban] sebelum salat Iduladha, maka sesungguhnya ia menyembelih untuk dirinya sendiri dan siapa yang menyembelih sesudah salat Iduladha, maka sempurnalah ibadahnya dan [ia] mengikuti sunah kaum muslim,” Mutafaq alaih. - Pendidikan Kontributor Syamsul Dwi MaarifPenulis Syamsul Dwi MaarifEditor Addi M Idhom
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Rawi dalam ulumul hadits adalah seseorang yang menyampaikan hadits berupa perkataan, perbuatan, persetujuan maupun sifat Rasul kepada umat Nabi Muhammad saw. Yang mana seorang rawi itu mempunyai tanggung jawab yang sangat besar terhadap hadits-hadits Rasulullah, karena apabila seorang rawi itu tidak memiliki syarat-syarat yang telah ditentukan oleh para ulama’ hadits, maka hadits yang disampaikannya tidak diterima atau ditolak. At tahammul wal al adaa merupakan dua istilah yang tidak asing lagi dalam ilmu hadits karena keduanya merupakan hal yang sangat penting dalam perkembangan hadits di dunia ini oleh karenanya pada kesempatan ini penulis memilih judul yang berkaitan dengan at tahammul wal al adaa supaya penulis bisa lebih mengetahui mengenai at tahammul wal al adaa dan kita semua bisa mengetahui atau lebih akrab lagi dengan istilah-istilah dalam ilmu hadits yang belum kita ketahui at tahammul wal al adaa . 2. Rumusan Masalah Apa pengertian dan syarat-syarat perawi hadits? Apa yang dimaksud dengan at tahammul? Apa yang dimaksud dengan al adaa? 3. Tujan Penulisan Mengetahui pengertian dan syarat-syarat perawi hadits? Mengetahui apa yang dimaksud dengan at tahammul Mengetahui apa yang dimaksud dengan al adaa BAB II PEMBAHASAN 1. Rawi Hadits Kata rawi atau ar-rawi berarti orang yang meriwayatkan atau memberikan hadits[1]. Sedangkan menurut istilah yaitu orang yang menukil, memindahkan atau menuliskan hadits dengan sanadnya baik itu laki-laki maupun perempuan. Syarat-Syarat Rawi Berakal, cakap/cermat , adil, dan Islam adalah syarat syarat yang mutlak untuk menjadi seorang perawi agar riwayatnya dapat diterima . apabila seorang perawi tidak memenuhi seluruh predikat itu maka hadistnya akan ditolak dan tidak akan dipakai. Oleh para kritikus hadist, baik angkatan lama maupun angkatan baru, keempat syarat tersebut membutuhkan penjabaran lebih lanjut. Syu’bah bin al~Hajjaj160 H pernah ditanya “ Siapakah yang hadistnya terpakai ?” Syu’bah menjawab “ Orang yang meriwayatkan hadist dari orang terkenal yang justru tidak mereka kenal, hadistnya tidak terpakai. Atau apabila dia salah memahami suatu hadist. Atau bila dia sering melakukan kesalahan-kesalahan. Atau meriwayatkan hadist yang disepakati banyak orang bahwa hadist tersebut salah. Maka hadist-hadist yang diriwayatkan oleh orang seperti itu tidak dipakai. Adapun selainya, boleh diriwayatkan.”[2] Tampaknya Syu’bah ingin menegaskan bahwa dua syarat yang harus dipenuhi oleh seorang perawi bila hadistnya ingin diterima yakni adil dan cermat. Sering melakulan kesalahan berarti tidak cermat, dan menyalahgunakan pemahaman hadist berarti tidak adil. Mengenai persyaratan harus Islam dan berakal, keduanya sudah menjadi syarat penting dan mutlak , sehingga Syu’bah tidak perlu menyebutkanya lagi . sebab tidak bisa kita gambarkan lagi seorang yang adil tapi bukan Islam atau orang yang cermat tapi tak berakal. a. Berakal Menurut para ahli hadist berkal berarti identik dengan kemampuan seseorang untuk membedakan. Jadi untuk mampu menanggung dan menyampaikan suatu hadist, seseorang harus telah memasuki usia akil balig[3]. Sahabat yang paling banyak menerima riwayat, yang mereka dengar pada masa kecilnya, ialah Anas bin Malik, Abdullah bin Abbas, dan Abu Sa’id al-Khudri. Mahmud bin rabi’ masih ingat Rasulullah menghukumnya pada waktu ia membuat kesalahan dan beliau wafat ketika Mahmud berusia 5 tahun.[4] b. Cermat Kecermatan perawi bisa dikenali dari hadist yang dia riwayatkan ternyata cocok dengan yang diriwayatkan oleh orang yang dikenal cermat, telilti dan terpercaya. tetapi itu tidak harus mengena keseluruhan. Perbedaan yang tidak sedikit tentang hadist yang mereka riwayatkan masih dapat didamaikan. Tapi jika perbedaan terlampau jauh dan tidak sesuai dengan hadist yang mereka riwayatkan, maka kecermatanya masih diragukan.[5] Syu’bah al-Hajjaj berkata “Hadist aneh yang anda terima berasal dari orang yang aneh pula”.[6] Allah akan menghargai orang orang yang bersikap cermat dalam periwayatan hadist, merekalah orang yang pandai dan bijaksana, mereka hanya mau mengutip hadis shahih saja . hadist shahih diketahui bukan hanya dari riwayatnya saja tapi juga melalui pemahaman dan penghafal dan banyak mendengar.[7] c. Adil Perawi yang adil ialah yang bersikap konsisten dan berkomitmen tinggi pada urusan agama, yang bebas dari setiap kefasikan dan dari hal-hal yang merusak kepribadian, Al-khatib al-Baghdadi memberikan definisi adil sebagai berikut ”yang tahu melaksanakan kewajibannya dan segala yang diperintahkanya kepadanya- dapat menjaga diri dari larangan-larangan, menjauhi dari kejahatan, mengutamakan kebenaran dan kewajiban dalam segala tindakan dan pergaulannya, serta menjaga perkataan yang bisa merugikan agama dan merusak kepribadian. Barang siapa dapat menjaga dan mempertahankan sifat-sifat tersebut maka ia dapat disebut bersikap adil bagi agamanya dan hadistnya diakui kejujuranya.”[8] Para ulama membedakan adilnya seorang rawi dan bersihnya seorang saksi. Jika masalah kebersihan dapat baru diterima dengan penyaksian dua saksi. Saksi ini baik laki laki maupun saksi perempuan, orang merdeka atau berstatus budak, dengan persyaratan dapat adil terhadap dirinya sendiri.[9] Itulah menurut Imam fakhrudin dan Saif-Ahmad. Kepribadian yang baik harus dipenuhi oleh seorang rawi yang adil lebih banyak dikaitkanya dengan ukuran ukuran moral seorang rawi d. Muslim Mengenai syarat ke-Islaman, itu sudah jelas. Seorang rawi harus meyakini dan mengerti akidah Islam, karena dia meriwayatkan hadist atau khabar yang berkaitan dengan hukum-hukum, urusan dan tasyri’ agama Islam. Jadi dia mengemban tanggung jawab untuk urusan memberi pemahaman tentang semuanya kepada manusia. Namun syarat Islam sendiri hanya berlaku ketika seseorang menyampaikan hadist, bukan ketika membawa atau menanggungnya.[10] 2. Penerimaan Hadits Para ulama ahli hadits mengistilahkan “menerima dan mendengar suatu periwayatan hadist dari seorang guru dengan menggunakan beberapa metode penerimaan hadits” dengan istilah at-tahammul, sedangkan menyampaikan hadits kepada orang lain mereka istilahkan dengan al aada. [11] Syarat menerima riwayat hadits Menurut pendapat yang sahih, perawi pada waktu menerima riwayat hadits tidak disyaratkan harus beragama Islam dan baligh, namun setidak-tidaknya harus sudah tamyiz. Jadi orang kafir dan anak-anak dinyatakan sah menerima riwayat hadits, tetapi untuk kegiatan penyampaiannya tidak sah sebelum masuk Islam dan baligh.[12] Ada sebagian pendapat menyatakan, bahwa perawi hadits dalam melaksanakan kegiatan penerimaan riwayat hadits dinyatakan harus baligh pendapat ini tidak benar, sebab banyak kaum muslimin secara ijma’ menerima atau tidak mempersoalkan riwayat sahabat, baik diterima sebelum atau sesudah baligh. Para ulama berbeda pendapat tentang minimal usia disunatkan mendengar hadits Menurut ulama Syam minimal berumur 30 tahun Menurut ulama Kufah, minimal berumur 20 tahun Menurut ulama Basrah, minimal berumur 10 tahun Untuk masa sekarang yang benar adalah mulai umur sedini mungkin sekiranya yang bersangkutan sudah mampu mendengarnya, karena semua hadits sudah tercatat dalam kitab-kitab hadits. Tata cara Penerimaan Riwayat Hadits Para ulama ahli hadits menggolongkan metode menerima suatu periwayatan hadits menjadi delapan macam[13] yaitu Al-sima’ Suatu cara penerimaan hadits dengan cara mendengarkan sendiri dari perkataan gurunya dengan cara didiktekan, baik dari hafalannya maupun dari tulisannya, sehingga yang menghadirinya mendengar apa yang dismpaikannya tersebut. Menurut jumhur ahli hadits, ini yang paling tinggi tingkatannya. Sebagian mereka ada yang mengatakan bahwa al-sama’ yang dibarengi al kitabah mempunyai nilai lebih tinggi dan paling kuat, karena terjamin kebenarannya dan terhindar dari kesalahan dibandingkan dengan cara lainnya. Termasuk dalam kategori sama’ juga seseorang yang mendengarkan hadits dari Syeikh dari balik sattarsemacam kain pembatas/penghalang. Jumhur ulama membolehkannya dengan berdasarkan para sahabat yang juga pernah melakukan hal demikian ketika meriwayatkan hadits-hadits Rasulullah melalui ummahat al-mu’minin para istri Nabi. Kata yang dipakai adalah سمعت او حد ثني او أخبر ني او أنبأ ني او قال لي او ذ كر لي Al Qira’ah ala al Syaikh atau Aradh al Qira’ah Yakni suatu cara penerimaan hadits dengan cara seseorang membacakan hadits dihadapan gurunya , baik dibaca sendiri atau dibaca orang lain dan dia mendengarkanya, sedangkan sang guru mendengarkan atau menyimaknya, baik seorang guru hafal maupun tidak, tetapi ia memegang kitabnya atau mengetahui tulisannya atau dia tergolong tsiqqah. Kata yang dipakai untuk cara ini 1 Yang paling hati-hati قر أت علي فلا ن او قر ئ عليه و انا أسمع فأقر أ به 2 Menggunakan ibarat al sama’ yang dikaitkan dengan lafal qira’ah حد ثنا قر اءة عليه 3 Yang sering dipakai oleh sebagian besar ulama’ hadits hanya kata أخبر نا Al-Ijazah Yaitu, seorang guru memberikan izin kepada muridnya untuk meriwayatkan yang ada padanya. Pemberian izin ini dinyatakan secara lisan atau tulisan. Contohnya seperti perkataan seorang guru kepada salah satu muridnya أجرت لك ان تروي عني صحيح البخاري “ saya beri izin untuk meriwayatkan hadits-hadits yang ada pada kitab shahih al_bukhari.” Al-Munawalah Al munawalah terbagi menjadi 2 macam yaitu Al munawalah al maqrunah bi al-ijazah yaitu al munawalah yang dibarengi dengan ijazah. Prakteknya, seorang guru hadits menyodorkan kepada muridnya hadits yang ada padanya, kemudian guru tadi berkata ” anda saya beri ijazah untuk meriwayatkan hadits yang saya peroleh ini”, atau seorang murid menyodorkan hadits kepada guru hadits, kemudian guru itu memeriksanya dan setelah guru memaklumi bahwa dia juga meriwayatkan, maka dia berkata “hadits ini telah saya terima dari guru-guru saya dan anda saya beri ijazah untuk meriwayatkan hadits ini dari saya”. Bentuk ijazah ini dinilai paling tinggi kualitasnya diantara bentuk ijazah yang lain. Al munawalah mujarradah an al ijazh yaitu al munawalah yang tidak dibarengi dengan ijazah. Praktejnya seoran gguru menyodorkan kitab hadits kepada muridnya sambil berkata “ini hadits yang pernah saya dengar” atau “ini hadits yang telah saya riwayatkan”. Kalimat periwayatan yang dipakai dengan cara al-munawalah Untuk al-munawalah al maqrunah bi al-ijazah yang terbaik dengan kata ناولني أو ناولني وأجا زلي Boleh juga memakai ibarat al-sama’ atau al-qira’ah yang dikaitkan dengan kata munawalah dan ijazah seperti حدثنا منا ولة أ و أخبرنا منا ولة واجازة Al-Kitabah Artinya seorang guru hadits menulis hadits yang diriwayatkannya untuk diberikan kepada orang tertentu, baik ditulis sendiri maupun orang lain atas permintaannya, baik yang diberi itu berada dihadapan guru atau tidak. Al kitabah dibagi menjadi 2 macam yaitu Al kitabah yang disertai dengan ijazah, seperti perkataan أجزتك ما كتبت لك أو اليك Al kitabah yang tidak dibarengi dengan ijazah, artinya seorang guru menulis sebagian hadits untuk diberikan kepada seorang tanpa memberi izin meriwayatkannya. Kalimat periwayatan yang digunakan untuk cara al-kitabah Dengan jelas memakai lafal al-kitabah, seperti perkataan كتب الي فلان Atau memakai lafal al-sama’ atau al qira’ah yang dikaitkan dengan lafal al-kitabah seperti perkataan حد ثني فلا ن أو أخبر ني كتا به Al-I’lam Artinya seorang guru hadits memberitahukan kepada muridnya, hadits atau kitab hadits yang telah didengarnya atau diterimanya dari perawinya. Kalimat yang sering dipakai untuk cara al-I’lam antara lain علمني شيخي بكذا Al-Washiyah Artinya, seorang guru menjelang wafatnya atau sebelum bepergian, ia memberikan wasiat kepada seseorang untuk sebuah kitab hadits yang pernah diriwayatkan. Kalimat yang dipakai untuk cara al-washiyah yaitu أو صي الي فلان بكذ أو حد ثني فلان وصية Al-Wijadah Artinya, seorang murid menemukan beberapa hadits catatan seorang guru hadits yang dikenalnya dan tidak diperoleh dengan cara mendengar atau ijazah. Kata-kata yang dipakai untuk cara al-wijadah antara lain وجد ت بخط فلان أو قرأت بخط فلان كذ ا 3. Periwayatan hadits Al ada’ ialah menyampaikan atau meriwayatkan hadits kepada orang lain. Oleh karenanya, ia mempunyai peranan yang sangat penting dan sudah barang tentu mempunyai pertanggung jawaban yang cukup berat sebab sah atau tidaknya suatu hadits juga sangat bergantung padanya. Mengingat hal-hal seperti ini, jumhur ahli hadits, ahli ushul dan ahli fiqh menetapkan beberapa syarat bagi periwayatan hadits, sebagaimana berikut ini[14] Islam Pada waktu meriwayatkan hadits, maka seorang perawi harus muslim, dan menurut ijma periwayatan kafir tidak sah. Seandainya perawinya seorang fasik saja kita disuruh bertawaquf, maka lebih-lebih perawi yang kafir. Kaitannya dengan masalah ini dapat kita bandingkan dengan firman Allah surat Al-hujuraat ayat 6 sebagai berikut 6. Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. Baligh Yang dimaksud dengan baligh ialah perawinya cukup usia ketika meriwayatkan hadits, walaupun penerimaannya sebelum baligh. Hal ini didasarkan pada hadits rasul رفع القلم عن ثلا ثة عن المجنون المغلوب علي عقله حتي يفيق وعن نائم حتي يستيقظ وعن الصبي حتي يحتلم Hilangnya kewajiban menjalankan syari’at Islam dari tiga golongan, yaitu orang gila sampai dia sembuh, orang yang tidur sampai bangun dan anak-anak sampai ia mimpi HR. Abu Daud dan Nasa’iI Adalah Yang dimaksud dengan adil adalah adalah suatu sifat yang melekat pada jiwa seseorang yang menyebabkan orang yang mempunyai sifat tersebut, tetap taqwa, menjaga kepribadian dan percaya pada diri sendiri dengan kebenarannya, menjauhkan diri dari dosa besar dan sebagian dosa kecil, dan menjauhkan diri dari hal-hal yang mubah, tetapi tergolong kurang baik dan selalu menjaga kepribadian. Dhabit Dhabit ialah تيقظ الراوي حين تحمله وفهمه لما سمعه وحفظه لذ لك من وقت التحمل الي وقت الجاء “Teringat kembali perawi saat penerimaan dan pemahaman suatu hadits yang ia dengar dan hafal sejak waktu menerima hingga menyampaikan” Jalannya mengetahui kedhabitan perawi dengan cara I’tibar terhadap berita-beritanya dengan berita-berita yang shiqqah dan memberikan keyakinan. Ada yang mengatakan, bahwa disamping syarat-syarat sebagaimana disebutkan di atas, antara suatu perawi dengan perawi lain harus bersambung, hadits yang disampaikan tidak syadz, tidak ganjil dan tidak bertentangan hadits-hadits yang lebih kuat ayat-ayat al qur’an. BAB III PENUTUP 1. Kesimpulan Dari penjelasan syarat-syarat rawi dan tahammul wa al-ada’ di atas dapat kami ambil kesimpulan bahwa syarat-syarat rawi itu ada 4 yaitu berakal, cakap/cermat , adil, dan islam. Dan keempat hal ini harus dipenuhi oleh seorang rawi, apabila salah satu tidak terpenuhi maka hadistnya akan ditolak dan tidak akan di pakai. Para ulama ahli hadits mengistilahkan “menerima dan mendengar suatu periwayatan hadist dari deorang guru dengan menggunakan beberapa metode penerimaan hadits” dengan istilah at-tahammul, sedangkan menyampaikan hadits kepada orang lain mereka istilahkan dengan al ada’. At tahammul menerima periwayatan hadits sendiri mempunyai 8 cara yaitu al sima’, al qiro’ah, al ijazah, al munawalah ,al kitabah, al i’lam, al washiyah, dan al wijadah. Sedangkan al ada’ menyampaikan hadits memiliki 4 syarat yang harus dipenuhi semua, karena ia mempunyai peranan yang sangat penting dan sudah barang tentu mempunyai pertanggung jawaban yang cukup berat sebab sah atau tidaknya suatu hadits juga sangat bergantung padanya. Adapun 4 syarat tersebut yaitu islam, baligh, adalah adil, dan dhabit DAFTAR PUSTAKA Al Naisaburi, Al Hakim. 2006. Ma’rifah Ulum al-Hadist. Bandung Nuansa Cendekia. Al Shan’ani, Muhammad,. 1998. Taudlih al Afkar Lima’ani Tanqihil Andhar, vol 1, Beirut Dar Ihyaul Turats al Arabi, Sahrani, Sohari. 2010. Ulumul Hadits. Bogor Ghalia Indonesia Thahhan, Mahmud. 2007. Intisari Ilmu Hadits. Malang UIN-Malang Press Uwayd ,Salah Muhammad Muhammad. 1989. Taqrib Al-tadrib . Beirut Dar al-Kutub al-Imliyyah [1] Sahrani, Sohari. 2010. Ulumul Hadits. Bogor Ghalia Indonesia. hal 120 [2]Al Naisaburi, Al Hakim. 2006. Ma’rifah Ulum al-Hadist. Bandung Nuansa Cendekia. hal 62 [3] Al-Khatib Al-Baghdadi. Al-kifayah. hal 54 [5]Salah Muhammad Muhammad Uwayd. Taqrib Al-tadrib . Beirut Dar al-Kutub al-Imliyyah, 1989 hal 110 [6] Al-Khatib Al-Baghdadi .Al-Kifayah .hal 141 [7] Al Hakim al Naisaburi. Ma’rifah Ulum al-Hadist. hal 59 [8]Al-Khatib Al-Baghdadi. Al-kifayah .hal 80 [9] Muhammad Al Shan’ani. Taudhid al-Afkar 2/121. [10] Al-Khatib Al-Baghdadi . Al-Kifayah hal 76 [11] Sohari Sahrani. Ulumul Hadits.Bogor Penerbit Ghalia Indonesia, 2010 hal 176 [12] Mahmud Thahhan. Intisari Ilmu Hadits. Malang UIN-Malang Press,2007 hal 174 [13] Sahrani, Sohari. 2010. Ulumul Hadits. Bogor Ghalia Indonesia hal. 177 [14] Sahrani, Sohari. 2010. Ulumul Hadits. Bogor Ghalia Indonesia hal 182
1. Syarat-syarat Perawi dalam Tahammul Hadis Tidak dapat dipungkiri bias mendapatkan hadis atau menerimanya merupakan anugerah yang sangat besar. Disamping perlunya keikhlasan hati dan lurusnya niat untuk membersihkan diri dari tujuan-tujuan yang menyeleweng, yang merupakan adab atau tatakrama seorang thalib al-hadis, dalam menerima hadis harus memenuhi beberapa syarat yang telah ditetapkan oleh ulama ahli hadis atau dikenal dengan istilah ahliyatu altahammul sehingga hadis yang diterima tersebut sah untuk diriwayatkan. Berikut syarat-syarat bagi perawi dalam tahammul hadis 1 Penerima harus dlabit memiliki hafalan yang kuat atau memiliki dokumen yang valid. 2 Berakal sempurna serta sehat secara fisik dan mental Syarat berakal sehat sudah jelas disyaratkan dalambertahammul hadis karena untuk menerima hadis yang merupakan salah satu sumber hukum Islam sangat diperlukan. Oleh karena itu tidak sah riwayatnya seseorang yang menerima hadis tersebut ketika dalam keadaan tidak sehat akalnya. Selain sehat akal, dalam bertahammul juga harus dalam keadaan sehat fisiknya dan juga mentalnya agar orang tersebut mampu memahami dengan baik riwayat hadis yang diterimanya. 3 Tamyiz Syarat pertama perawi dalam tahammul al-hadis adalah tamyiz. Menurut Imam Ahmad, ukuran tamyiz adalah adanya kemampuan menghafal yang didengar dan mengingat yang dihafal. Ada juga yang mengatakan bahwa ukuran tamyiz adalah pemahaman anak pada pembicaraan dan kemampuan menjawab pertanyaan dengan baik dan benar. Seorang yang belum baligh boleh menerima hadis asalkan ia sudah tamyiz. Hal ini didasarkan pada keadaan para sahabat, tabi’in, dan ahli ilmu setelahnya yang menerima hadis walaupun mereka belum baligh seperti Hasan, Husain, Abdullah ibn Zubair, Ibnu Abbas, dan lain-lain. Para ulama berbeda pendapat dalam menetapkan seseorang boleh bertahammul hadis dengan batasan usia. Qodli Iyad menetapkan batas usia boleh bertahammul adalah usia lima tahun, karena pada usia ini seorang anak bias menghafal dan mengingat-ingat sesuatu, termasuk hadis nabi. Abu Abdullah az-Zubairi mengatakan bahwa seorang anak boleh bertahammul jika telah berusia sepuluh tahun, sebab pada usia ini akal mereka telah dianggap sempurna. Sedangkan Yahya ibn Ma’in menetapkan usia lima belas tahun. 2. Syarat Perawi dalam Ada’ al-Hadis Syarat-syarat orang yang diterima dalam meriwayatkan hadis atau dikenal dengan istilah ahliyatul ada’ menurut ulama ahlul hadis adalah 1 Islam Pada waktu periwayatan suatu hadis seorang perawi harus muslim. Menurut ijma’, periwayatan hadis oleh orang kafir dianggap tidak sah. Karena terhadap riwayat orang muslim yang fasik saja dimauqufkan, apalagi hadis yang diriwayatkan oleh orang kafir. Walaupun dalam tahammul hadis orang kafir diperbolehkan, tapi dalam meriwayatkan hadisia harus sudah masuk Islam. 2 Baligh Yang dimaksud baligh adalah perawi cukup usia ketika ia meriwayatkan hadis. Baik baligh karena sudahberusia lima belas tahun atau baligh karena sudah keluar mani. Batasan baligh ini bias diketahui dalam kitab-kitab fiqih. 3 Adalah adil Adl merupakan suatu sifat yang melekat dalam jiwa seorang perawi, yang mendorong rawi untuk bertaqwa dan memelihara harga diri muru’ah sehingga menjauhi segala dosa, baik dosa besar maupun dosa kecil. Sifat adalahnya seorang rawi berarti sifat adlnya di dalam riwayat. Dalam ilmu hadis sifat adalah ini berarti orang Islam yang sudah mukallaf yang terhindar dari perbuatan-perbuatan yang menyebabkan kefasikan dan jatuhnya harga syarat yang ketiga ini sebenarnya sudah mencakup dua syarat sebelumnya yaitu Islam dan baligh. Oleh karena itu sifat adalah ini mengecualikan orang kafir, fasiq, orang gila, dan orang yang tak dikenal 4 Dlabit Dlabit ialah ingatan. seseorang yang meriwayatkan hadis harus mengingat hadis yang ia sampaikan tersebut. Saat ia mendengar hadis dan memahami apa yang didengarnya, ia harus hafal sejak ia menerima hadis itu hingga ia meriwayatkannya. Dabit oleh ulama ahli hadis dibagi menjadi dua yaitu a Dlabtu al-Shadri, yaitu dengan menetapkan atau menghafal apa yang ia dengar didalam dadanya, sekiranya ia mampu untuk menyampaikan hafalan tersebut kapanpun ia kehendaki. b Dlabtu al-Kitab, yaitu memelihara, mempunyai sebuah kitab catatan hadis yang ia dengar, kitab tersebut dijaga dan ditasheh sampai ia meriwayatkan hadis sesuai dengan tulisan yang terdapat dalam kitab tersebut. Sedangkan untuk hadisnya sendiri itu haruslah Tsiqoh, maksudnya adalah hadis yang diriwayatkan tidak berlawanan dengan hadis yang lebih kuat atau dengan Qur’an. Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang syarat-syarat perawi dalam tahammul wal ada’ Hadis. Sumber Modul 3 Konsep Dasar Ulumul Hadis PPG dalam Jabatan Tahun 2019 Kementerian Agama Republik Indonesia JAKARTA 2019. Kunjungilah selalu semoga bermanfaat. Aamiin.
Ilustrasi Pengertian Hadits Menurut Bahasa dan Istilah. Foto PexelsHadits merupakan sumber ajaran berasal dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan landasan syariat agama hadist dalam kehidupan sehari-hari sunah hukumnya bagi setiap umat muslim. Sebab, hadits dijadikan sumber hukum Islam kedua setelah Al memiliki peranan penting dalam Islam. Hadits berfungsi menjelaskan apa yang dimaksud dalam Al Quran. Untuk memahaminya lebih lanjut, yuk simak pengertian hadits menurut bahasa dan istilah berikut Pengertian Hadits Menurut BahasaIlustrasi Pengertian Hadits Menurut Bahasa dan Istilah. Foto PexelsMengutip buku Hadits Nabi dari Masa ke Masa oleh Dr. Muhammad Ajaj Al-Khathib, pengertian hadits menurut bahasa adalah sesuatu yang baru atau berita, sedikit ataupun laman Kemenag, hadits menurut bahasa yaitu sesuatu yang baru, menunjukkan sesuatu yang dekat atau waktu yang arti lain, hadist menurut bahasa adalah sesuatu yang diberitakan, diperbincangkan, dan dipindahkan dari seseorang ke orang lainMemahami Pengertian Hadits Menurut IstilahIlustrasi Pengertian Hadits Menurut Bahasa dan Istilah. Foto PexelsDikutip dari buku Memahami Ilmu Hadis oleh Asep Herdi, pengertian hadits menurut istilah adalah perkataan Nabi qauliyah, perbuatan Nabi fi’liyah dan segala keadaan Nabi ahwaliyah.Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian hadits adalah sabda, perbuatan, taqrir ketetapan Nabi Muhammad SAW. yang diriwayatkan atau diceritakan oleh sahabat untuk menjelaskan dan menetapkan hukum laman Kemenag, hadist menurut istilah syara’ adalah hal-hal yang datang dari Rasulullah SAW, baik ucapan, perbuatan, atau pengakuan. Berikut ini penjelasan mengenai ucapan, perbuatan, dan Qauliyah ucapan yaitu hadits-hadits Rasulullah yang diucapkan untuk berbagai tujuan dan persuaian situasi.Hadits Fi’liyah adalah perbuatan-perbuatan Nabi Muhammad SAW, seperti mengerjakan solat lima waktu dengan tata cara beserta Taqririyah yakni perbuatan sebagian para sahabat Nabi yang telah diikrarkan oleh Nabi Muhammad SAW, baik perbuatan itu bentuk ucapan atau perbuatan. Ikrar yang dimaksud bisa dengan cara mendiamkannya atau melahirkan anggapan baik terhadap perbuatan itu sehingga dianggap sebagai HaditsIlustrasi fungsi hadits. Foto PexelsHadits berfungsi sebagai pedoman bagi umat Islam dalam melaksanakan ibadah dan perilaku sehari-hari. Fungsi hadits lainnya di antaranyaMenjelaskan ajaran Islam yang terkandung dalam Al-Qur'an. Hadits membantu untuk memahami ajaran Islam yang terdapat dalam Al-Qur'an dengan lebih rinci dan teladan Nabi Muhammad SAW. Hadits adalah kumpulan perkataan, perbuatan, dan sikap Nabi Muhammad SAW. Dengan mengikuti teladan beliau, umat Islam dapat memperbaiki akhlak, perilaku, dan ibadahnya, serta meningkatkan kualitas hidupnya di dunia dan kesinambungan ajaran Islam. Hadits merupakan warisan dari generasi terdahulu yang diwariskan secara turun temurun hingga sampai kepada umat Islam saat keimanan. Hadits membantu umat Islam memperkuat keimanan dan ketakwaan kepada Allah kesatuan dan persatuan umat Islam Hadits memiliki peran penting dalam mempersatukan umat Islam dan menghindari itu hadits Qauliyah?Apa itu hadits Fi’liyah?Apa arti hadits Taqririyah?
berikut ini yang tidak termasuk syarat perawi hadits adalah